Notifications
General

UMKM di Indonesia, Bisnis Terpaksa atau Siasat Bertahan Hidup?


Pandangan bahwa banyak masyarakat Indonesia terjun ke Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) karena keterpaksaan sering kali menjadi topik perbincangan.

Hal ini disampaikan oleh dr. Tirta dan Raymond Chin dalam beberapa kesempatan.

Mereka menyebutkan bahwa pertumbuhan UMKM di Indonesia didorong oleh kebutuhan untuk bertahan hidup, berbeda dengan negara-negara maju yang memiliki ekosistem wirausaha lebih terstruktur.

Namun, apakah benar UMKM di Indonesia berkembang hanya karena faktor tersebut?

berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2021 terdapat sekitar 64,2 juta UMKM di Indonesia.

Memang benar, banyak orang memulai usaha kecil karena keterbatasan lapangan pekerjaan, terutama saat pandemi COVID-19.

Namun, tak sedikit pula yang terjun ke dunia UMKM karena melihat peluang pasar yang menjanjikan dan memilih untuk mengembangkan bisnis sendiri.

Sektor seperti kuliner, fashion, dan kerajinan tangan menunjukkan pertumbuhan yang signifikan karena tingginya permintaan pasar, bukan hanya karena alasan ekonomi semata.

Transformasi digital menjadi salah satu faktor utama yang mengubah wajah UMKM di Indonesia.

Berdasarkan laporan Google, Temasek, dan Bain & Company (2022), sektor ekonomi digital di Indonesia diproyeksikan tumbuh hingga USD 146 miliar pada tahun 2025, dengan UMKM menjadi salah satu penggerak utamanya.

Digitalisasi memungkinkan banyak usaha kecil menjangkau pasar yang lebih luas, baik di dalam negeri maupun internasional.

Hal ini menunjukkan bahwa UMKM tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang melalui inovasi dan pemanfaatan teknologi.

Pemerintah Indonesia juga memberikan perhatian lebih terhadap perkembangan UMKM. Program-program seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), pelatihan kewirausahaan, hingga digitalisasi melalui Pasar Digital UMKM (PaDi UMKM) menjadi langkah nyata untuk mendorong sektor ini naik kelas.

Kementerian Koperasi dan UKM melaporkan bahwa lebih dari 12 juta UMKM telah terdigitalisasi pada tahun 2022, dan angka ini terus meningkat.

Dukungan ini menunjukkan bahwa UMKM kini bukan hanya berperan sebagai tulang punggung ekonomi nasional, tetapi juga didorong untuk menjadi pemain utama dalam perekonomian.

Perubahan pola konsumsi masyarakat juga memberikan angin segar bagi UMKM. Laporan Katadata Insight Center (2021) mencatat bahwa 78% konsumen Indonesia kini lebih memilih produk lokal dibandingkan produk impor.

Hal ini menjadi peluang besar bagi UMKM untuk meningkatkan kualitas dan branding produk mereka agar lebih kompetitif.

Peningkatan ini juga merupakan langkah penting untuk mendorong UMKM berperan lebih besar di pasar domestik dan internasional.

Tantangan utama bagi UMKM untuk naik kelas adalah akses modal dan peningkatan kapasitas.

Skema pembiayaan seperti modal ventura atau crowdfunding dapat menjadi solusi untuk mengatasi kendala permodalan.

Selain itu, pendidikan dan pelatihan dalam manajemen bisnis, pemasaran digital, hingga pengelolaan keuangan sangat diperlukan agar pelaku UMKM dapat mengelola bisnis mereka dengan lebih profesional.

Kolaborasi dengan perusahaan besar juga bisa menjadi strategi efektif untuk memperkuat posisi UMKM.

Dengan kemitraan yang saling menguntungkan, UMKM dapat memperoleh akses ke pasar yang lebih luas, teknologi, dan kapasitas produksi yang lebih baik.

Langkah ini akan membantu memperkuat ekosistem UMKM di Indonesia sehingga mereka dapat bersaing di tingkat global.

Secara keseluruhan, UMKM di Indonesia memiliki potensi besar untuk berkembang dan menjadi motor penggerak perekonomian yang lebih signifikan.

Dukungan dari berbagai pihak serta pemanfaatan teknologi digital menjadi kunci penting untuk memastikan bahwa UMKM tidak hanya bertahan, tetapi juga mampu naik kelas dan bersaing di pasar internasional.

Tantangan ke depan adalah bagaimana membangun ekosistem yang kuat dan berkelanjutan agar UMKM dapat terus berkembang dan memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perekonomian nasional.
Post a Comment
Scroll to top